Kamis, 15 Juli 2010

Kesiapan pemerintah.......Disampaikan pada Kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet di Sumatera Selatan, Hotel Swarna Dwipa Tanggal 15 Juli 2010


KESIAPAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENJALANKAN
PERMENDAG NOMOR 53 TAHUN 2009




Disajikan pada kegiatan Fasilitasi Peningkatan Mutu Karet
Mahameru Hotel Swarna Dwipa
Palembang, 15 Juli 2010
















DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
PROVINSI SUMATERA SELATAN
Tahun 2010



KESIAPAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
MENJALANKAN PERMENDAG NO 53 TAHUN 2009
OLEH
KEPALA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
PROVINSI SUMATERA SELATAN


1.                   Pendahuluan
1.1.             Latar Belakang
Provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang berdiri tahun 1959. Tepatnya Provinsi Sumatera Selatan dibentuk berdasarkan Undang­Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan Kota Praja di Sumatera Selatan. Sebagai daerah yang kaya akan sumberdaya alam, Sumatera Selatan memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional. Dengan potensi sumberdaya alamnya yang besar, kekuatan sumber daya manusia yang semakin besar dan multidisiplin, kedudukan geografis dan kondisi geopolitan yang sangat terkendali, maka wilayah provinsi ini sangat layak untuk menjadi salah satu daerah tumpuan strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Provinsi Sumatera Selatan mempunyai luas wilayah seluruhnya ± 87.017, 42 km2 atau 8.701.742 Ha, termasuk kawasan hutan, sungai, danau, daerah rawa dan tepian pantai. Ibukota provinsi Sumatera Selatan berada di Kota Palembang, yang mempunyai luas wilayah 421,01 km2 dan merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, kebudayaan, bisnis dan industri. Jumlah penduduk berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan lebih dari 7 juta orang tersebar pada 14 Kabupaten / Kota dan memiliki 155 Kecamatan dengan 2.737 Desa / Kelurahan.
Era otonomi daerah Sumatera Selatan ditandai dengan berlakunya peraturan daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 11 tahun 2000 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas atau instansi se-Sumatera Selatan. Dalam penetapan tersebut Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengemban tugas pokok sebagai pelaksana kewenangan desentralisasi dan dekosentrasi di bidang perindustrian dan perdagangan.
Sebagaimana telah diamanatkan bahwa pada era otonomi maka suatu daerah akan diberikan keleluasaan untuk melaksanakan pembangunan berdasarkan potensi dan kemampuan serta memprioritaskan aspirasi masyarakat daerah.  Didalam mengemban amanat tersebut maka Dinas  Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan kebijakan pembangunan dengan prioritas kepada upaya pengembangan usaha industri  dan perdagangan yang bertumpu kepada hasil sumber daya alam andalan dan unggulan daerah. Untuk mewujudkan upaya tersebut pembangunan industri dan perdagangan Provinsi Sumatera Selatan mendapat dukungan potensi sumber daya alam andalan dan unggulan berupa :
1)           Hasil pertanian pangan terdiri dari padi, palawija dan holtikultura
2)           Hasil perkebunan terdiri dari karet, kelapa sawit, kelapa, teh, tebu, kopi
3)           Hasil tambang terdiri dari migas, batu bara, tanah liat, pasir kuarsa, kapur, marmer, air tanah
4)           Hasil hutan terdiri dari kayu, rotan, HTI, jelutung dan hasil hutan lainnya
5)           Hasil perikanan terdiri dari ikan laut, ikan air payau dan ikan air tawar serta udang.
Berdasarkan potensi andalan dan unggulan yang dimiliki serta kondisi Strategi Wilayah yang mendukung, maka pada era pelaksanaan otonomi daerah Sumatera Selatan memiliki peluang untuk pengembangan industri dan perdagangan. Sebagai daerah yang memiliki luas wilayah yang besar dan dengan jumlah penduduk yang besar pula, Provinsi Sumatera Selatan merupakan tempat produksi, peredaran dan konsumsi berbagai barang. Untuk menjamin agar produksi peredaran dan konsumsi barang yang terjadi di masyarakat memenuhi syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup maka semua proses dan kegiatannya harus memenuhi standar sebagai persyaratan untuk diperdagangkan. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tatacara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

1.2.             Perkembangan Ekspor Karet
Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam, Sumatera Selatan memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional. Dengan potensi sumber daya alamnya yang besar, kekuatan sumber daya manusia yang semangkin besar dan multidisplin, kedudukan geografis dan kondisi geopolitan yang sangat terkendali, maka wilayah provinsi ini sangat layak untuk menjadi salah satu daerah tumpuan strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai daerah yang memiliki luas wilayah yang besar perkembangan ekspor Sumatera Selatan didukung oleh komoditi migas dan non migas, yang mana karateristiknya adalah hasil produksi industri primer yang mengolah hasil sumber daya alam pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan galian, sebagian lagi merupakan komoditi primer yang belum diolah. Untuk menjamin agar produksi peredaran dan konsumsi barang yang terjadi di masyarakat memenuhi syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan dan ligkungan hidup, maka semua prosedur dan kegiatannya harus memenuhi standar sebagai persyaratan, apa lagi bila standar bahan olah maupun standar untuk ekspor.
Kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Sumatera Selatan khususnya jumlah dan keragaman jenis bahan baku serta ketersediaan tenaga kerja memungkinkan untuk meningkatkan ekspor non-migas di masa yang akan datang. Untuk mewujudkan keinginan tersebut berbagai tantangan dan kendala masih harus diatasi baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Pemerintah telah bertekad menjadikan upaya peningkatan ekspor non-migas ini sebagai bagian integral dari penciptaan kerangka landasan sektor perdagangan yang tangguh guna menunjang pembangunan nasional. Kerangka landasan tersebut meliputi unsur-unsur :
a.         Penciptaan struktur ekspor non-migas yang kuat baik produk maupun pasarnya
b.         Penciptaan sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien
c.          Peningkatan  daya saing dunia usaha untuk menghadapi pasaran internasional, kerjasama yang saling menguntungkan antar unsur-unsur dunia usaha
d.         Peningkatan efektivitas sistem informasi pasar dan sistem pengelolaan kegiatan perdagangan, (e) kemantapan lembaga–lembaga perdagangan.
e.         Kemantapan sektor penunjang perdagangan
Tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan ekspor, yaitu :
a)         Perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia
b)        Iklim usaha yang memungkinkan dunia usaha untuk tumbuh dan berkembang secara wajar menurut prinsip-prinsip ekonomi rasional
c)         Perilaku, kemampuan dan kesiapan dunia usaha yang bersaing merebut pasar luar negeri.
Dari pihak produsen, faktor ketiga ini perlu ditanggapi secara serius dan berkelanjutan, antara lain dengan menciptakan kesinambungan produksi/penawaran baik dalam jumlah, mutu, harga dan ketepatan waktu. Selain itu dituntut pula kemampuan untuk menghasilkan dan menawarkan produk-produk alternatif.

1.3.             Pengawasan Mutu SIR
Banyak pakar ekonomi dan perdagangan memperkirakan persaingan di pasar internasional semangkin tajam. Keunggulan komparatif yang kita miliki seperti bahan baku dan tenaga kerja murah tidak bisa diandalkan sepenuhnya di masa mendatang. Perkembangan teknologi yang cepat di negara-negara maju memungkinkan diciptakannya proses produksi secara efisien. Orientasi pengembangan industri yang padat modal atau padat teknologi akan menggeser keunggulan faktor tenaga kerja murah. Persaingan ekspor di masa yang akan datang tidak hanya dengan negara-negara berkembang dan negara industri baru, tapi juga dengan negara-negara maju.
Perkembangan teknologi tidak hanya meningkatkan kemampuan negara-negara maju dan industri baru untuk berproduksi secara efisien, tetapi juga kemampuan meningkatkan  mutu komoditi. Keadaan tersebut menjadi lebih kompetitif dengan adanya perkembangan selera konsumen, penguasaan pangsa pasar internasional yang semakin kompetitif ini memerlukan pemahaman tidak hanya terhadap dinamika pasar dengan segala aspeknya, tetapi juga sistem yang semakin berkembang, misalnya dalam pengendalian dan pengawasan mutu.
Menghadapi persaingan pasar internasional banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain adalah kecepatan penguasaan informasi pasar, kesinambungan jumlah dan mutu serta, harga yang bersaing. Penawaran yang tidak berkesinambungan sulit mempertahankan pangsa maksimal yang diperoleh, sehingga mengurangi kepercayaan konsumen terhadap komoditi yang ditawarkan.
Berkenaan dengan upaya untuk menjaga dan meningkatkan mutu barang, sejak akhir tahun 1960-an, pemerintah telah melakukan langkah-langkah ke arah penyeragaman mutu, melalui standardisasi/pembakuan mutu, yang secara selektif kemudian dilakukan standardisasi khusus komoditi ekspor. Saat itu ada tiga standar mutu yang bisa digunakan sebagai pegangan yaitu. Standar Industri Indonesia (SII) diterbitkan oleh Departemen Perindustrian, Standar Pertanian Indonesia (SPI) diterbitkan oleh Departemen Pertanian dan Standar Perdagangan (SP) yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan. Masing-masing standar mutu ini mempunyai fingkup dan orientasi yang berbeda. Sejak beberapa tahun yang lalu telah dikembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN) yang mengakomodasi standar- standar yang telah ada, yang secara efektif telah diterapkan pada tahun 1994.
Pemahaman terhadap standar mutu adalah salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan dan pengembangan mutu komoditi. Yang pertu diperhatikan bahwa standar mutu bukanlah sesuatu yang statis, namun bersifat dinamis dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi baik di bidang perbaikan proses maupun temuan-temuan baru di bidang lainnya seperti bahan baku baru, desain, dan lain-lain. Teknologi dan temuan-temuan baru akan menawarkan alternatif-alternatif baik dalam keragaman bentuk maupun sifat-sifat yang terkandung di dalam produk. Standar mutu diwujudkan dalam bentuk kriteria-kriteria atau parameter-parameter mutu yang sering pula diterjemahkan berupa angka-angka pembatas baik maksimum, minimum ataupun kisaran.
Aspek lain dari standar mutu adalah peranannya dalam melindungi konsumen. Dalam hal ini, negara-negara maju yang merupakan pasar paling potensial menerapkan prinsip dan praktek perlindungan yang jauh lebih ketat dibandingkan negara-negara berkembang. Oleh karena itu pengetahuan atau pemahaman terhadap sistem yang berkaitan dengan mutu di negara-negara tujuan ekspor sangat mungkin berbeda satu sama lain.
Perkembangan dibidang kelembagaan yang memberikan perhatian terhadap perlindungan konsumen mengarah pada pengetahuan persyaratan mutu, bahan olah karet yang diperdagangkan untuk memenuhi selera konsumen dan tujuan akhir penggunaan dari bahan olah SIR telah dilaksanakan melalui bimbingan teknis dan pengawasan mutu bahan olah SIR secara berkesinambungan.
2.                   Pemberlakuan Permendag 53 Tahun 2009
                Sehubungan dengan telah diberlakukannya secara efektif Peraturan Menteri Perdagangan R.I no. 53/M–DAG/PER/10/2009 tentang pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standar Indonesian Rubber pada tanggal 7 April 2010 dan ditindaklanjuti oleh Peraturan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor : 08/DAGLU/PER/11/2009 tanggal 03 November 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permendag Nomor : 53/M-DAG/PER/10/2009 yang mulai berlaku sejak tanggal 07 April 2010, maka setiap Pelaku Usaha dan Pedagang Informal Bokor-SIR wajib mempunyai STPP Bokor SIR dan cara pengajuan pendaftaran untuk memperoleh STTP Bokor-SIR untuk itu perlu dilakukan Sosialisasi bagi aparat Pembina di lingkungan Disperindag Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sumatera Selatan.

2.1.             Permasalahan
                Rendahnya mutu Bokar berdampak negatif terhadap mutu karet alam dan produk karet lain (antara lain: SIR). Mutu yang rendah berkorelasi dengan rendahnya harga. Jika dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, harga karet alam dari Indonesia cenderung lebih rendah. Rendahnya mutu Bokar tersebut antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.)           Kontaminasi Bokar dengan berbagai kontaminan seperti tanah, pupuk, pasir, air tanah, rumput, vulkanisat karet, karet skim, tali rapia, karung goni/palstik, rotan, pelepah sawit dan pengotor lainnya. Kontaminasi dimaksud dilakukan oleh petani atau pedagang pengumpul baik sengaja maupun tidak sengaja dengan tujuan menambah berat Bokar
2.)           Penggunaan bahan penggumpal yang direkomendasikan seperti asam semut dan deorub belum sepenuhnya dilaksanakan oleh petani
3.)           Tersedianya pasar dimana pedagang dan prosesor (industri crumb rubber) membeli semua mutu Bokar dengan semua variasi mutunya
4.)           Selisih harga antara Bokar bersih dan Bokar kotor dikalangan pedagang pengumpul tidak signifikan menyebabkan petani menjadi tidak tertarik untuk menghasilkan Bokar bersih
5.)           Kapasitas terpasang pabrik yang melebihi pasokan bahan baku produksi sehingga mendorong pabrik bersaing dengan tidak sehat untuk mendapatkan bahan baku dan membeli Bokar kotor dari petani atau pedagang pengumpul
6.)           Masih rendahnya tingkat kesadaran dari semua pihak (petani, pedagang dan industri) bahwa Bokar kotor menciptakan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan
7.)           Belum tersosialisasinya dengan baik Permendag No. 53/M-DAG/PER/10/2009 bagi Dinas Perindag Kabupaten Kota tentang kewajiban membantu Pelaku Usaha dan Pelaku Informal dalam penerbitan STPP dan pengawasannya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas dan meningkatkan mutu karet nasional diperlukan kebijakan terintegrasi dari pemerintah untuk mengawasi peredaran/perdagangan Bokar yang mutunya dibawah standar dan melarang Bokar yang mengandung kontaminan vulkanisat karet.

2.2.             Kebijakan Pemerintah Terkait Mutu Bokor SIR
Dalam rangka meningkatkan mutu Bokar serta membangun citra yang baik bagi konsumen karet alam, pemerintah mengupayakan penyempurnaan Kep. Menperindag No. 616 Tahun 1999 sekaligus merubah istilah Bokar menjadi Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber (Bokor SIR) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber yang diperdagangkan, pada tanggal 7 Oktober 2009. Dalam kebijakan baru tersebut diatas, istilah Bokor SIR mencakup jenis karet yang berasal dari lateks kebun dari pohon karet (Hevea brasiliensis M) berupa slab, lump, slab lump, ojol, sit angin (unsmoked sheet), sit asalan (smoked sheet), cutting, crepe, blocked sheet atau blanket.
Selain itu, dalam kebijakan tersebut diusulkan persyaratan teknis Bokor SIR yang diharpkan akan berdampak signifikan terhadap peningkatan mutu serta konsistensi mutu Bokor SIR yang diperdagangkan. Dengan peningkatan mutu Bokor SIR diharapkan dapat menghasilkan peningkatan efisiensi proses produksi di industri crumb rubber dan menghasilkan limbah buangan relatif lebih sedikit sehingga kelestarian fungsi lingkungan dapat terjaga. Untuk mendukung penerapan persyaratan teknis Bokor SIR tersebut diusulkan pula tata cara pengawasan mutu yang dilakukan melalui pengawasan secara terus-menerus, pengawasan secara berkala dan pengawasan sewaktu-waktu.
Pengawasan mutu Bokor SIR secara terus-menerus dilakukan melalui pemeriksaan mutu oleh petugas penguji setiap akan tedadi transaksi di lokasi pembelian di industri crumb rubber. Pengawasan mutu Bokor SIR secara berkala dilakukan oleh personil verifikasi melalui pemeriksaan mutu sesudah pembelian Bokor SIR di industri crumb rubber, Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB), pelaku usaha, dan pedagang informal. Pengawasan mutu Bokor SIR sewaktu-waktu dilakukan oleh personil verifikasi sebagai tindak lanjut dari pengawasan berkala jika terdapat pelanggaran atau adanya pengaduan dugaan terjadi pelanggaran di industri crumb rubber, UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal.
Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan mutu, disusun pula peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negri tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Pelaku Usaha dan Pedagang Informal Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber, Petunjuk Teknis Pemeriksaan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekpor Standard Indonesian Rubber dan Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standar Indonesian Rubber. Selain itu, disiapkan pula buku standar acuan mutu Bokor SIR berisi foto-foto standar Bokor SIR dari daerah-daerah sentra produksi yang akan digunakan oleh petugas penguji dalam melakukan pemeriksaan mutu Bokor SIR di lokasi pembelian di industri crumb rubber, berikut kebijakan-kebijakan secara hierarki terkait dengan pengawasan mutu Bokor SIR yang akan segera diundangkan termasuk pedoman-pedoman yang terkait termasuk pedoman­pedoman yang terkait.

2.3.             Pembinaan dan Sanksi
Untuk peningkatan dan kosistensi mutu Bokor SIR disentra-sentra produksi, pemerintah dalam hal ini Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan berkoordinasi dengan Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/kota yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Perdangan melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha dan pedagang informal berupa bantuan teknis, pelatihan, konsultasi atau sosialisasi kebijakan di bidang mutu Bokor SIR.
Agar ketentuan-ketentuan dalam kebijakan tersebut dapat berjalan efektif perlu diterapkan pemberian sanksi terhadap UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal yang melakukan pelanggaran terhadap persyaratan teknis yang telah ditetapkan. Pemberian sanksi tersebut berupa pencabutan registrasi dan larangan memperdagangkan Bokor SIR. Pencabutan registrasi yang diterapkan diantaranya pencabutan :
a)      Surat Tanda Registrasi UPPB (STR-UPPB) untuk UPPB
b)      Surat Tanda Pendaftaran Pedagang Bokor SIR (STTP-Bokor SIR) dan/atau Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk pelaku usaha
c)       Surat Tanda Pendaftaran Pedagang-Bokor SIR (STPP-Bokor SIR) untuk pedagang informal
Penerapan sanksi juga diberlakukan bagi industri crumb rubber, petugas penguji dan personil verifikasi. Industri crumb rubber yang melanggar ketentuan pembelian dan penyimpanan Bokor SIR dari UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal yang tidak memenuhi persyaratan teknis dikenakan sanksi pencabutan SPPT-SNI oleh LSPro penerbit. Bagi petugas penguji yang melanggar ketentuan tata cara pemeriksaan mutu Bokor SIR akan dikenakan sanksi pencabutan penunjukan sebagai petugas penguji dan jika pelanggaran tersebut melibatkan industri maka penanggung jawab industri dikenakan sanksi pencabutan SPPT-SNI oleh LSPro penerbit berdasarkan rekomendasi Direktur PPMB. Sedangkan bagi personil verifikasi akan dikenakan sanksi pencabutan penunjukan sebagai personil verifikasi jika membuat laporan verifikasi tidak sesuai dengan ketentuan.

3.                   Langkah-Langkah yang Dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan
Dalam rangka menunjang pelaksanaan Permendag No. 53/M–DAG/PER/10/2009, Disperindag Prov. Sumsel berusaha untuk mendorong peningkatan daya saing, terciptanya persaingan usaha yang sehat, terjaminnya perlindungan konsumen dan masyarakat dalam aspek kesehatan, keamanan, dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan. Untuk kelengkapan Administrasi, pelaku usaha senantiasa melakukan kordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/kota dalam upaya persamaan presepsi dalam penerbitan STPP Bokor SIR serta mempercepat proses penerbitannya.
Upaya untuk mendukung penerapan Permendag No.53 tahun 2009 ini perlu adanya Peningkatan kopetensi SDM. Dalam rangka peningkatan SDM untuk penunjang Permendag No. 53/M­DAG/PER/10/2009, maka akan dilakukan pelatihan petugas penguji Bokor SIR bagi petugas di industri crumb rubber dan petugas Dinas Perindag Kabupaten/Kota. Untuk peningkatan pengetahuan petani, akan dilakukan Bintek Pengolahan Bokor, disentra produksi.
Mengingat petugas penguji/petugas sortir di industri crumb rubber telah terregistrasi oleh Direktorat PPMB maka pelaksanaan Permendag RI: 53/M­DAG/PER/10/2009 diharapkan dapat berjalan dengan baik



1 komentar: