Kamis, 15 Juli 2010

Kesiapan pemerintah.......Disampaikan pada Kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet di Sumatera Selatan, Hotel Swarna Dwipa Tanggal 15 Juli 2010


KESIAPAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENJALANKAN
PERMENDAG NOMOR 53 TAHUN 2009




Disajikan pada kegiatan Fasilitasi Peningkatan Mutu Karet
Mahameru Hotel Swarna Dwipa
Palembang, 15 Juli 2010
















DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
PROVINSI SUMATERA SELATAN
Tahun 2010



KESIAPAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
MENJALANKAN PERMENDAG NO 53 TAHUN 2009
OLEH
KEPALA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
PROVINSI SUMATERA SELATAN


1.                   Pendahuluan
1.1.             Latar Belakang
Provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang berdiri tahun 1959. Tepatnya Provinsi Sumatera Selatan dibentuk berdasarkan Undang­Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan Kota Praja di Sumatera Selatan. Sebagai daerah yang kaya akan sumberdaya alam, Sumatera Selatan memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional. Dengan potensi sumberdaya alamnya yang besar, kekuatan sumber daya manusia yang semakin besar dan multidisiplin, kedudukan geografis dan kondisi geopolitan yang sangat terkendali, maka wilayah provinsi ini sangat layak untuk menjadi salah satu daerah tumpuan strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Provinsi Sumatera Selatan mempunyai luas wilayah seluruhnya ± 87.017, 42 km2 atau 8.701.742 Ha, termasuk kawasan hutan, sungai, danau, daerah rawa dan tepian pantai. Ibukota provinsi Sumatera Selatan berada di Kota Palembang, yang mempunyai luas wilayah 421,01 km2 dan merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, kebudayaan, bisnis dan industri. Jumlah penduduk berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan lebih dari 7 juta orang tersebar pada 14 Kabupaten / Kota dan memiliki 155 Kecamatan dengan 2.737 Desa / Kelurahan.
Era otonomi daerah Sumatera Selatan ditandai dengan berlakunya peraturan daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 11 tahun 2000 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas atau instansi se-Sumatera Selatan. Dalam penetapan tersebut Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengemban tugas pokok sebagai pelaksana kewenangan desentralisasi dan dekosentrasi di bidang perindustrian dan perdagangan.
Sebagaimana telah diamanatkan bahwa pada era otonomi maka suatu daerah akan diberikan keleluasaan untuk melaksanakan pembangunan berdasarkan potensi dan kemampuan serta memprioritaskan aspirasi masyarakat daerah.  Didalam mengemban amanat tersebut maka Dinas  Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan kebijakan pembangunan dengan prioritas kepada upaya pengembangan usaha industri  dan perdagangan yang bertumpu kepada hasil sumber daya alam andalan dan unggulan daerah. Untuk mewujudkan upaya tersebut pembangunan industri dan perdagangan Provinsi Sumatera Selatan mendapat dukungan potensi sumber daya alam andalan dan unggulan berupa :
1)           Hasil pertanian pangan terdiri dari padi, palawija dan holtikultura
2)           Hasil perkebunan terdiri dari karet, kelapa sawit, kelapa, teh, tebu, kopi
3)           Hasil tambang terdiri dari migas, batu bara, tanah liat, pasir kuarsa, kapur, marmer, air tanah
4)           Hasil hutan terdiri dari kayu, rotan, HTI, jelutung dan hasil hutan lainnya
5)           Hasil perikanan terdiri dari ikan laut, ikan air payau dan ikan air tawar serta udang.
Berdasarkan potensi andalan dan unggulan yang dimiliki serta kondisi Strategi Wilayah yang mendukung, maka pada era pelaksanaan otonomi daerah Sumatera Selatan memiliki peluang untuk pengembangan industri dan perdagangan. Sebagai daerah yang memiliki luas wilayah yang besar dan dengan jumlah penduduk yang besar pula, Provinsi Sumatera Selatan merupakan tempat produksi, peredaran dan konsumsi berbagai barang. Untuk menjamin agar produksi peredaran dan konsumsi barang yang terjadi di masyarakat memenuhi syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup maka semua proses dan kegiatannya harus memenuhi standar sebagai persyaratan untuk diperdagangkan. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tatacara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

1.2.             Perkembangan Ekspor Karet
Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam, Sumatera Selatan memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional. Dengan potensi sumber daya alamnya yang besar, kekuatan sumber daya manusia yang semangkin besar dan multidisplin, kedudukan geografis dan kondisi geopolitan yang sangat terkendali, maka wilayah provinsi ini sangat layak untuk menjadi salah satu daerah tumpuan strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai daerah yang memiliki luas wilayah yang besar perkembangan ekspor Sumatera Selatan didukung oleh komoditi migas dan non migas, yang mana karateristiknya adalah hasil produksi industri primer yang mengolah hasil sumber daya alam pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan galian, sebagian lagi merupakan komoditi primer yang belum diolah. Untuk menjamin agar produksi peredaran dan konsumsi barang yang terjadi di masyarakat memenuhi syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan dan ligkungan hidup, maka semua prosedur dan kegiatannya harus memenuhi standar sebagai persyaratan, apa lagi bila standar bahan olah maupun standar untuk ekspor.
Kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Sumatera Selatan khususnya jumlah dan keragaman jenis bahan baku serta ketersediaan tenaga kerja memungkinkan untuk meningkatkan ekspor non-migas di masa yang akan datang. Untuk mewujudkan keinginan tersebut berbagai tantangan dan kendala masih harus diatasi baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Pemerintah telah bertekad menjadikan upaya peningkatan ekspor non-migas ini sebagai bagian integral dari penciptaan kerangka landasan sektor perdagangan yang tangguh guna menunjang pembangunan nasional. Kerangka landasan tersebut meliputi unsur-unsur :
a.         Penciptaan struktur ekspor non-migas yang kuat baik produk maupun pasarnya
b.         Penciptaan sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien
c.          Peningkatan  daya saing dunia usaha untuk menghadapi pasaran internasional, kerjasama yang saling menguntungkan antar unsur-unsur dunia usaha
d.         Peningkatan efektivitas sistem informasi pasar dan sistem pengelolaan kegiatan perdagangan, (e) kemantapan lembaga–lembaga perdagangan.
e.         Kemantapan sektor penunjang perdagangan
Tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan ekspor, yaitu :
a)         Perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia
b)        Iklim usaha yang memungkinkan dunia usaha untuk tumbuh dan berkembang secara wajar menurut prinsip-prinsip ekonomi rasional
c)         Perilaku, kemampuan dan kesiapan dunia usaha yang bersaing merebut pasar luar negeri.
Dari pihak produsen, faktor ketiga ini perlu ditanggapi secara serius dan berkelanjutan, antara lain dengan menciptakan kesinambungan produksi/penawaran baik dalam jumlah, mutu, harga dan ketepatan waktu. Selain itu dituntut pula kemampuan untuk menghasilkan dan menawarkan produk-produk alternatif.

1.3.             Pengawasan Mutu SIR
Banyak pakar ekonomi dan perdagangan memperkirakan persaingan di pasar internasional semangkin tajam. Keunggulan komparatif yang kita miliki seperti bahan baku dan tenaga kerja murah tidak bisa diandalkan sepenuhnya di masa mendatang. Perkembangan teknologi yang cepat di negara-negara maju memungkinkan diciptakannya proses produksi secara efisien. Orientasi pengembangan industri yang padat modal atau padat teknologi akan menggeser keunggulan faktor tenaga kerja murah. Persaingan ekspor di masa yang akan datang tidak hanya dengan negara-negara berkembang dan negara industri baru, tapi juga dengan negara-negara maju.
Perkembangan teknologi tidak hanya meningkatkan kemampuan negara-negara maju dan industri baru untuk berproduksi secara efisien, tetapi juga kemampuan meningkatkan  mutu komoditi. Keadaan tersebut menjadi lebih kompetitif dengan adanya perkembangan selera konsumen, penguasaan pangsa pasar internasional yang semakin kompetitif ini memerlukan pemahaman tidak hanya terhadap dinamika pasar dengan segala aspeknya, tetapi juga sistem yang semakin berkembang, misalnya dalam pengendalian dan pengawasan mutu.
Menghadapi persaingan pasar internasional banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain adalah kecepatan penguasaan informasi pasar, kesinambungan jumlah dan mutu serta, harga yang bersaing. Penawaran yang tidak berkesinambungan sulit mempertahankan pangsa maksimal yang diperoleh, sehingga mengurangi kepercayaan konsumen terhadap komoditi yang ditawarkan.
Berkenaan dengan upaya untuk menjaga dan meningkatkan mutu barang, sejak akhir tahun 1960-an, pemerintah telah melakukan langkah-langkah ke arah penyeragaman mutu, melalui standardisasi/pembakuan mutu, yang secara selektif kemudian dilakukan standardisasi khusus komoditi ekspor. Saat itu ada tiga standar mutu yang bisa digunakan sebagai pegangan yaitu. Standar Industri Indonesia (SII) diterbitkan oleh Departemen Perindustrian, Standar Pertanian Indonesia (SPI) diterbitkan oleh Departemen Pertanian dan Standar Perdagangan (SP) yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan. Masing-masing standar mutu ini mempunyai fingkup dan orientasi yang berbeda. Sejak beberapa tahun yang lalu telah dikembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN) yang mengakomodasi standar- standar yang telah ada, yang secara efektif telah diterapkan pada tahun 1994.
Pemahaman terhadap standar mutu adalah salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan dan pengembangan mutu komoditi. Yang pertu diperhatikan bahwa standar mutu bukanlah sesuatu yang statis, namun bersifat dinamis dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi baik di bidang perbaikan proses maupun temuan-temuan baru di bidang lainnya seperti bahan baku baru, desain, dan lain-lain. Teknologi dan temuan-temuan baru akan menawarkan alternatif-alternatif baik dalam keragaman bentuk maupun sifat-sifat yang terkandung di dalam produk. Standar mutu diwujudkan dalam bentuk kriteria-kriteria atau parameter-parameter mutu yang sering pula diterjemahkan berupa angka-angka pembatas baik maksimum, minimum ataupun kisaran.
Aspek lain dari standar mutu adalah peranannya dalam melindungi konsumen. Dalam hal ini, negara-negara maju yang merupakan pasar paling potensial menerapkan prinsip dan praktek perlindungan yang jauh lebih ketat dibandingkan negara-negara berkembang. Oleh karena itu pengetahuan atau pemahaman terhadap sistem yang berkaitan dengan mutu di negara-negara tujuan ekspor sangat mungkin berbeda satu sama lain.
Perkembangan dibidang kelembagaan yang memberikan perhatian terhadap perlindungan konsumen mengarah pada pengetahuan persyaratan mutu, bahan olah karet yang diperdagangkan untuk memenuhi selera konsumen dan tujuan akhir penggunaan dari bahan olah SIR telah dilaksanakan melalui bimbingan teknis dan pengawasan mutu bahan olah SIR secara berkesinambungan.
2.                   Pemberlakuan Permendag 53 Tahun 2009
                Sehubungan dengan telah diberlakukannya secara efektif Peraturan Menteri Perdagangan R.I no. 53/M–DAG/PER/10/2009 tentang pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standar Indonesian Rubber pada tanggal 7 April 2010 dan ditindaklanjuti oleh Peraturan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor : 08/DAGLU/PER/11/2009 tanggal 03 November 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permendag Nomor : 53/M-DAG/PER/10/2009 yang mulai berlaku sejak tanggal 07 April 2010, maka setiap Pelaku Usaha dan Pedagang Informal Bokor-SIR wajib mempunyai STPP Bokor SIR dan cara pengajuan pendaftaran untuk memperoleh STTP Bokor-SIR untuk itu perlu dilakukan Sosialisasi bagi aparat Pembina di lingkungan Disperindag Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sumatera Selatan.

2.1.             Permasalahan
                Rendahnya mutu Bokar berdampak negatif terhadap mutu karet alam dan produk karet lain (antara lain: SIR). Mutu yang rendah berkorelasi dengan rendahnya harga. Jika dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, harga karet alam dari Indonesia cenderung lebih rendah. Rendahnya mutu Bokar tersebut antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.)           Kontaminasi Bokar dengan berbagai kontaminan seperti tanah, pupuk, pasir, air tanah, rumput, vulkanisat karet, karet skim, tali rapia, karung goni/palstik, rotan, pelepah sawit dan pengotor lainnya. Kontaminasi dimaksud dilakukan oleh petani atau pedagang pengumpul baik sengaja maupun tidak sengaja dengan tujuan menambah berat Bokar
2.)           Penggunaan bahan penggumpal yang direkomendasikan seperti asam semut dan deorub belum sepenuhnya dilaksanakan oleh petani
3.)           Tersedianya pasar dimana pedagang dan prosesor (industri crumb rubber) membeli semua mutu Bokar dengan semua variasi mutunya
4.)           Selisih harga antara Bokar bersih dan Bokar kotor dikalangan pedagang pengumpul tidak signifikan menyebabkan petani menjadi tidak tertarik untuk menghasilkan Bokar bersih
5.)           Kapasitas terpasang pabrik yang melebihi pasokan bahan baku produksi sehingga mendorong pabrik bersaing dengan tidak sehat untuk mendapatkan bahan baku dan membeli Bokar kotor dari petani atau pedagang pengumpul
6.)           Masih rendahnya tingkat kesadaran dari semua pihak (petani, pedagang dan industri) bahwa Bokar kotor menciptakan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan
7.)           Belum tersosialisasinya dengan baik Permendag No. 53/M-DAG/PER/10/2009 bagi Dinas Perindag Kabupaten Kota tentang kewajiban membantu Pelaku Usaha dan Pelaku Informal dalam penerbitan STPP dan pengawasannya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas dan meningkatkan mutu karet nasional diperlukan kebijakan terintegrasi dari pemerintah untuk mengawasi peredaran/perdagangan Bokar yang mutunya dibawah standar dan melarang Bokar yang mengandung kontaminan vulkanisat karet.

2.2.             Kebijakan Pemerintah Terkait Mutu Bokor SIR
Dalam rangka meningkatkan mutu Bokar serta membangun citra yang baik bagi konsumen karet alam, pemerintah mengupayakan penyempurnaan Kep. Menperindag No. 616 Tahun 1999 sekaligus merubah istilah Bokar menjadi Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber (Bokor SIR) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber yang diperdagangkan, pada tanggal 7 Oktober 2009. Dalam kebijakan baru tersebut diatas, istilah Bokor SIR mencakup jenis karet yang berasal dari lateks kebun dari pohon karet (Hevea brasiliensis M) berupa slab, lump, slab lump, ojol, sit angin (unsmoked sheet), sit asalan (smoked sheet), cutting, crepe, blocked sheet atau blanket.
Selain itu, dalam kebijakan tersebut diusulkan persyaratan teknis Bokor SIR yang diharpkan akan berdampak signifikan terhadap peningkatan mutu serta konsistensi mutu Bokor SIR yang diperdagangkan. Dengan peningkatan mutu Bokor SIR diharapkan dapat menghasilkan peningkatan efisiensi proses produksi di industri crumb rubber dan menghasilkan limbah buangan relatif lebih sedikit sehingga kelestarian fungsi lingkungan dapat terjaga. Untuk mendukung penerapan persyaratan teknis Bokor SIR tersebut diusulkan pula tata cara pengawasan mutu yang dilakukan melalui pengawasan secara terus-menerus, pengawasan secara berkala dan pengawasan sewaktu-waktu.
Pengawasan mutu Bokor SIR secara terus-menerus dilakukan melalui pemeriksaan mutu oleh petugas penguji setiap akan tedadi transaksi di lokasi pembelian di industri crumb rubber. Pengawasan mutu Bokor SIR secara berkala dilakukan oleh personil verifikasi melalui pemeriksaan mutu sesudah pembelian Bokor SIR di industri crumb rubber, Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB), pelaku usaha, dan pedagang informal. Pengawasan mutu Bokor SIR sewaktu-waktu dilakukan oleh personil verifikasi sebagai tindak lanjut dari pengawasan berkala jika terdapat pelanggaran atau adanya pengaduan dugaan terjadi pelanggaran di industri crumb rubber, UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal.
Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan mutu, disusun pula peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negri tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Pelaku Usaha dan Pedagang Informal Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber, Petunjuk Teknis Pemeriksaan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekpor Standard Indonesian Rubber dan Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standar Indonesian Rubber. Selain itu, disiapkan pula buku standar acuan mutu Bokor SIR berisi foto-foto standar Bokor SIR dari daerah-daerah sentra produksi yang akan digunakan oleh petugas penguji dalam melakukan pemeriksaan mutu Bokor SIR di lokasi pembelian di industri crumb rubber, berikut kebijakan-kebijakan secara hierarki terkait dengan pengawasan mutu Bokor SIR yang akan segera diundangkan termasuk pedoman-pedoman yang terkait termasuk pedoman­pedoman yang terkait.

2.3.             Pembinaan dan Sanksi
Untuk peningkatan dan kosistensi mutu Bokor SIR disentra-sentra produksi, pemerintah dalam hal ini Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan berkoordinasi dengan Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/kota yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Perdangan melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha dan pedagang informal berupa bantuan teknis, pelatihan, konsultasi atau sosialisasi kebijakan di bidang mutu Bokor SIR.
Agar ketentuan-ketentuan dalam kebijakan tersebut dapat berjalan efektif perlu diterapkan pemberian sanksi terhadap UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal yang melakukan pelanggaran terhadap persyaratan teknis yang telah ditetapkan. Pemberian sanksi tersebut berupa pencabutan registrasi dan larangan memperdagangkan Bokor SIR. Pencabutan registrasi yang diterapkan diantaranya pencabutan :
a)      Surat Tanda Registrasi UPPB (STR-UPPB) untuk UPPB
b)      Surat Tanda Pendaftaran Pedagang Bokor SIR (STTP-Bokor SIR) dan/atau Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk pelaku usaha
c)       Surat Tanda Pendaftaran Pedagang-Bokor SIR (STPP-Bokor SIR) untuk pedagang informal
Penerapan sanksi juga diberlakukan bagi industri crumb rubber, petugas penguji dan personil verifikasi. Industri crumb rubber yang melanggar ketentuan pembelian dan penyimpanan Bokor SIR dari UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal yang tidak memenuhi persyaratan teknis dikenakan sanksi pencabutan SPPT-SNI oleh LSPro penerbit. Bagi petugas penguji yang melanggar ketentuan tata cara pemeriksaan mutu Bokor SIR akan dikenakan sanksi pencabutan penunjukan sebagai petugas penguji dan jika pelanggaran tersebut melibatkan industri maka penanggung jawab industri dikenakan sanksi pencabutan SPPT-SNI oleh LSPro penerbit berdasarkan rekomendasi Direktur PPMB. Sedangkan bagi personil verifikasi akan dikenakan sanksi pencabutan penunjukan sebagai personil verifikasi jika membuat laporan verifikasi tidak sesuai dengan ketentuan.

3.                   Langkah-Langkah yang Dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan
Dalam rangka menunjang pelaksanaan Permendag No. 53/M–DAG/PER/10/2009, Disperindag Prov. Sumsel berusaha untuk mendorong peningkatan daya saing, terciptanya persaingan usaha yang sehat, terjaminnya perlindungan konsumen dan masyarakat dalam aspek kesehatan, keamanan, dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan. Untuk kelengkapan Administrasi, pelaku usaha senantiasa melakukan kordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/kota dalam upaya persamaan presepsi dalam penerbitan STPP Bokor SIR serta mempercepat proses penerbitannya.
Upaya untuk mendukung penerapan Permendag No.53 tahun 2009 ini perlu adanya Peningkatan kopetensi SDM. Dalam rangka peningkatan SDM untuk penunjang Permendag No. 53/M­DAG/PER/10/2009, maka akan dilakukan pelatihan petugas penguji Bokor SIR bagi petugas di industri crumb rubber dan petugas Dinas Perindag Kabupaten/Kota. Untuk peningkatan pengetahuan petani, akan dilakukan Bintek Pengolahan Bokor, disentra produksi.
Mengingat petugas penguji/petugas sortir di industri crumb rubber telah terregistrasi oleh Direktorat PPMB maka pelaksanaan Permendag RI: 53/M­DAG/PER/10/2009 diharapkan dapat berjalan dengan baik



Sambutan Gubernur Sumsel.......Disampaikan pada Kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet di Sumatera Selatan, Hotel Swarna Dwipa Tanggal 15 Juli 2010

 
GUBERNUR
SUMATERA SELATAN

SAMBUTAN
PADA ACARA
PERTEMUAN PENINGKATAN MUTU KARET
Tanggal  15 JULI 2010 
Di HOTEL SWARNA DWIPA PALEMBANG


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Yth.
Sdr. Bupati / Walikota Sentra Karet di Propinsi Sumatera Selatan ;
Yth.
Sdr. Kepala Dinas Perkebunan Propinsi, Kabupaten / Kota di Sumatera Selatan ;
Yth.
Sdr. Kepala Dinas Perindag Propinsi, Kabupaten / Kota di Sumatera Selatan ;
Yth.
Sdr. Kepala Bapedalda Prov. Sumatera Selatan
Yth.
Sdr. Ketua Gapkindo, Apkarindo Provinsi Sumatera Selatan ;


Yth.
Sdr. Pimpinan Pabrik Crumb Rubber di Sumatera Selatan ;
Yth.
Para Pembicara/narasumber dari Gapkindo, dan Balai Penelitian Sembawa serta Direktur PT. Global Deorub Industry;
Yth.
Para Undangan dan peserta kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet Rakyat yang kami hormati;

  Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena pada hari ini kita dapat berkumpul bersama di ruangan ini dalam keadaan sehat wal’afiat dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet Rakyat untuk mencapai sasaran ”Sumatera Selatan Gemilang 2013”.  Kegiatan ini saya nilai sangat penting guna membekali pembina daerah dalam rangka meningkatkan penanganan pasca panen karet agar menghasilkan produk yang bermutu, berdaya saing dan  bernilai ekonomis  serta bernilai tambah tinggi.


Hadirin yang saya hormati, 
       Perkebunan merupakan salah satu sub sektor penting dalam perekonomian Sumatera Selatan. Peranan penting perkebunan terlihat dari kontribusi dalam PDRB, melalui devisa dari ekspor, sumber lapangan kerja, pendapatan petani dan menggerakan sektor jasa dan upah, hal ini ditunjukan dari beberapa indikator antara lain sebagai berikut:
a.        Devisa atau nilai ekspor komoditi perkebunan sampai bulan Oktober tahun 2009 sebesar US$ 1.795,215 Milyar. Devisa tersebut bersumber dari komoditi karet US$ 884,082 Juta, Kelapa Sawit dengan seluruh derivatnya US$ 55,542 juta (15,4%), Kopi US$ 14,904 juta dan Teh US$ 840,687  Juta
b.        Telah memberikan lapangan kerja langsung pada 1.121.502 KK, Jika di asumsikan 1 KK menghidupi 4 jiwa, maka sub sektor perkebunan merupakan sumber pendapatan dan penghidupan sekitar 4,5 juta jiwa atau sekitar 62,5% dari total penduduk Sumatera Selatan 7,121 juta jiwa.  Komoditi unggulan di Sumatera Selatan adalah karet, kelapa sawit, kopi dan kelapa.
 Dalam periode tiga tahun terakhir, pembangunan perkebunan di Provinsi Sumatera Selatan luas areal perkebunan rakyat terus meningkat dengan rincian luas areal pada tahun 2007 seluas 2.037.565 ha, tahun 2008 sebesar 2.093.549 ha, dan seluas 2.151.288 ha pada tahun 2009, mayoritas komoditi yang diusahakan adalah tanaman karet, kelapa sawit, Kopi dan kelapa.  Untuk perkebunan besar (PBSN dan PBN) dikembangkan melalui pola kemitraan terdiri dari komoditi kelapa sawit, karet dan tebu.
Produksi perkebunan tahun 2009 sebesar 2.951.222 ton terdiri dari karet 861.333 ton (karet kering 100%), kelapa sawit 1.799.357 ton CPO, kopi 141.955 ton (biji kering), kelapa 67.152 ton (setara kopra), serta aneka komoditi perkebunan lainnya seperti gula, teh, kayu manis/cascavera, kemiri, nilam, gambir, pinang dan lain-lain 81.425 ton.
Untuk mengolah komoditi perkebunan, di Sumatera Selatan terdapat 26 unit pabrik pengolahan karet remah (crumb rubber) dengan total kapasitas sebesar 1.217.000 ton crumb rubber per tahun, pabrik pengolahan minyak kelapa sawit  (crude palm oil/CPO) 45 unit dengan kapasitas 2.275 ton TBS per jam, dan Pabrik Gula dengan kapasitas 4.600 ton tebu per hari (Ton Cane Day/TCD).

Hadirin yang saya hormati,
Seperti telah dimaklumi bahwa Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu Provinsi yang mendapat penghargaan dari Menteri Pertanian yang berkomitmen terhadap karet bersih pada pencanangan Gerakan Nasional Bokar Bersih tanggal 23 Maret 2010 di Kalimantan Selatan, sebagai tanggungjawab moral terhadap komitmen tersebut ada beberapa masalah yang masih harus dilakukan pemerintah  dan pihak-pihak terkait antara lain :
1.     Perlu adanya sikap, langkah dan komitmen bersama dari para stakeholder perkaretan rakyat di Sumatera Selatan terhadap amanat Permentan No.38 tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (BOKAR) dan Permendag No.53 tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Karet agar landasan ini dapat dilaksanakan secara efekti. Sebagai langkah awal maka akan dilakukan penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama  antara Bupati / Walikota se Sumatera Selatan dengan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) dan Asosiasi Petani Karet Indonesia (APKARINDO) Sumatera Selatan.
2.     Mendorong pertumbuhan produksi dan produktivitas karet di 15 Kabupaten/kota dengan target pada tahun 2013 Provinsi Sumatera Selatan sebagai Provinsi penghasil karet 1 juta ton Crumb Rubber.
3.     Melibatkan peran serta pengusaha pabrik Crumb Rubber dan pihak-pihak terkait lainnya dalam upaya mendorong pertumbuhan produksi karet Sumatera Selatan dan keberhasilan Gerakan Nasional Bokar Bersih (GNBB)  baik melalui bantuan langsung bibit unggul karet maupun sarana produksi seperti pisau sadap atau bahan pembeku ramah lingkungan

Hadirin yang saya hormati,
           Disamping permasalahan di atas, tercapainya sasaran kesejahteraan pelaku usaha perkebunan  karet tidak terlepas dari upaya untuk membangun kelembagaan petani yang kuat serta terjalinnya kemitraan yang ber-kesinambungan antara kelembagaan petani dengan industri pengolahan dan eksportir serta meningkatnya nilai tambah komoditi dengan dilakukannya aktivitas pengolahan sebagaimana diamanatkan oleh Permentan nomor 38 tahun 2008 dan Permendag Nomor 53 tahun 2009.
          Kedepan kemitraan seperti inilah yang diharapkan, dimana Gapkindo melalui anggotanya  ikut berperan  membina kelompok / masyarakat yang  belum mengadakan lelang untuk direkrut sebagai mitra binaan sesuai amanat Permentan 38 tahun 2008, mudah-mudahan hal ini dapat mempercepat gerakan karet bersih di Sumatera Selatan.


 Hadirin yang saya hormati,
          Berpijak dari pemikiran tersebut di atas, kiranya melalui Pertemuan peningkatan mutu karet ini dapat diformulasikan strategi, model dan konsep kemitraan usaha karet serta adanya opsi kebijakan pembangunan perkebunan komoditi karet dengan prinsip yang berkeadilan.
Salah satu jalan memperbaiki mutu karet dimulai dengan mengintegrasikan seluruh kegiatan mulai dari on farm  sampai off farm adalah pengembangan Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) dimana pengembangan UPPB ini dimulai dari UPH (Unit Pengolahan Hasil) / TPK (Tempat Pengumpul Karet) yang sudah ada.  UPPB ini diharapkan akan menjadi ujung tombak di level petani untuk dapat memperbaiki mutu bokar sehingga dapat memberikan nilai tambah dan peningkatan pendapatan petani karet ke depannya.
UPPB ini merupakan salah satu bentuk kegiatan dari penerapan Permentan No. 38 Tahun 2008 sehingga dengan adanya dukungan dari setiap aspek diharapkan perbaikan mutu karet dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat memberikan nilai tambah dan insentif yang proporsional bagi para pelaku karet khususnya petani.  
          Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan sebagai gambaran kondisi perkeretan di Provinsi Sumatera Selatan, dan kepada Gapkindo Sumatera Selatan, Balai Penelitian Sembawa dan PT. Global Deorub Industri  berserta jajarannya, saya ucapkan terima kasih atas kerjasamanya sehingga acara ini terselenggara dengan baik. semoga kegiatan pertemuan peningkatan mutu karet ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan pembangunan perkebunan karet di Indonesia secara umum dan secara khusus dalam upaya mendorong pertumbuhan produksi dan produktivitas karet Sumatera Selatan untuk mencapai sasaran  “Sumatera Selatan Gemilang pada tahun 2013”    .
Dengan mengucap “Bismillahirrahmaanirrahiim”, dengan ini kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet Rakyat secara resmi saya nyatakan di buka.

Sekian, terima kasih.  Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

GUBERNUR SUMATERA SELATAN

 


ALEX NOERDIN


Strategi Pemerintah Sumsel.......Disampaikan pada Kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet di Sumatera Selatan, Hotel Swarna Dwipa Tanggal 15 Juli 2010


“STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM PENEGAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP”

DISAMPAIKAN OLEH:
Drs. H. AKHMAD NAJIB, SH, M.Hum


I.              PENDAHULUAN
Sudah lebih 1 dasa warsa undang-undang Nomor. 23 Tahun 1997  tentang Pengelolaan Lingkungan hidup diberlakukan, namun sejauh ini masih banyak persoalan lingkungan yang belum terselesaikan. Salah satu penyebab adalah kesulitan pembuktian kasus pencemaran dan perusakan lingkungan. Didalam undang-undang Nomor. 23 Tahun 1997 Pasal disebutkan bahwa ”PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP ADALAH MASUK ATAU DIMASUKKANNYA MAHLUK HIDUP, ZAT, ENERGI ATAU KOMPONEN LINGKUNGAN LAINNYA KE DALAM LINGKUNGAN HIDUP OLEH KEGIATAN MANUSIA SEHINGGA KUALITAS LINGKUNGAN TURUN SAMPAI TINGKAT TERTENTU YANG MENYEBABKAN LINGKUNGAN HIDUP TIDAK DAPAT BERFUNGSI SESUAI DENGAN PERUNTUKKANNYA”. Menyadari kelemahan tersebut dan dengan mempertimbangkan kondisi pembangunan dimasa mendatang yang akan menimbulkan permasalahan lingkungan hidup yang semakin komplek, maka pemerintah memandang perlu melakukan perubahan terhadap undang-undang Nomor. 23 tahun 1997.
Akhirnya dipenghujung akhir tahun 2009 Pemerinta berhasil mewujudkan keinginan tersebut yaitu dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sesuai dengan judulnya maka tendensi dari undang-undang yang baru adalah perlindungan lingkungan oleh karena itu ruang lingkunganya dimulai dari ”PERENCANAAN, PEMANFAATAN, PENGENDALIAN, PEMELIHARAAN, PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM”.
Pada undang-undang yang baru tersebut terjadi perubahan dalam definisi pencemaran yaitu ” PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP ADALAH MASUK ATAU DIMASUKKANNYA MAHLUK HIDUP, ZAT, ENERGI ATAU KOMPONEN LINGKUNGAN LAINNYA KE DALAM LINGKUNGAN HIDUP OLEH KEGIATAN MANUSIA SEHINGGA MELAMPAUI BAKU MUTU LINGKUNGAN YANG TELAH DITETAPKAN”.

II.            ASAS DANTUJUAN
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas :
a.            Tanggung jawab negara
b.            Keletarian dan keberlanjutan
c.            Keserasian dan keseimbangan
d.            Keterpaduan
e.            Manfaat
f.              Kehati-hatian
g.            Keadilan
h.           Ekoregion
i.              Keanekaragaman hayati
j.               Pencemar membayar
k.            Partisipatif
l.              Kearifan lokal
m.          Tata kelola pemerintahan yang baik
n.           Otonomi daerah

Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah :
a.            Melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
b.            Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia.
c.            Menjamin kelangsungan hidup mahluk hidup dan kelestarian ekosistem
d.            Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
e.            Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup
f.              Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan
g.            Menjamin pemenuhan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari HAM

h.           Mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan
i.              Mengantisipasi isu lingkungan global.

III.          RUANG LINGKUP UU NOMOR. 32 TAHUN 2009
1.            Perencanaan
Sesuai dengan Pasal 5 UU Nomor. 32 Tahun 2009, Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan :
a.      Inventarisasi lingkungan hidup
b.      Penetapan wilayah ekoregion
c.      Penyusunan RPPLH

Sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) tujuan inventarisasi adalah :
a.      Mendapatkan informasi mengenai potensi dan ketersediaan SDA
b.      Jenis yang dimanfaatkan
c.      Bentuk penguasaan
d.      Pengetahuan pengelolaan
e.      Bentuk kerusakan
f.        Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan
                                               
2.            Pemanfaatan
Sesuai Pasal 12 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009, Pemanfaatan SDA harus berdasarkan RPPLH.
Jika RPPLH belum tersesusun sesuai dengan Pasal 12 ayat (2), maka pemanfaatan SDA harus berdasarkan daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup dengan mempertimbangkan ;
a.      Keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup
b.      Keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup
c.      Keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat



     
3.            Pengendalian
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup yang meliputi upaya-upaya :
a.      Pencegahan
b.      Penanggulangan
c.      Pemulihan

Sesuai dengan Pasal 14 UU No. 32 Tahun 2009, instrumen pencegahan adalah :
1.      KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis)
2.      Tata Ruang
3.      Baku Mutu Lingkungan
4.      Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
5.      AMDAL
6.      UKL-UPL
7.      Perizinan
8.      Instrumen ekonomi lingkungan hidup
9.      Perpu berbasis lingkungan hidup
10. Anggaran berbasis lingkungan hidup
11. Analisis risiko lingkungan hidup
12. Audit lingkungan
13. Instrumen lain yang sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmupengetahuan.
  
4.            Pemeliharaan
Sesuai Pasal 57 UU No. 32 Tahun 2009 pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui kegiatan :
a.   Konservasi SDA
b.   Pencadangan SDA dan/atau
c.   Pelestarian atmosfer



5.            Pengawasan
Sesuai Pasal 71 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009, Menteri, Gubernur, Bupati/walikota sesuai kewengannya melakukan pengawasan  terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam ayat (3) dijelaskan bahwa pengawasan dilaksanakan oleh pejabat pengawas lingkungan hidup/daeran (PPLH/D) yang merupakan pejabat fungsional.

Kewenangan Pejabat PPLH/D adalah :
a.      Melakukan pemantauan
b.      Meminta keterangan
c.      Membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan
d.      Memasuki tempat tertentu
e.      Memotret
f.        Membuat rekaman audio visual
g.      Mengambil sampel
h.     Memeriksa peralatan
i.        Memeriksa instalasi dan/atau alat transparansi dan/atau
j.         Menghentikan pelanggaran tertentu  

Untuk efektifnya pengawasan Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dapat menerapkan sanksi adimistratif yang terdiri atas :
a.      Teguran tertulis
b.      Paksaan pemerintah
c.      Pembekuan izin lingkungan
d.      Pencabutan izin lingkungan

6.            Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan upaya untuk menyelesaikan kasus lingkungan, dapat dilakukan diluar pengadilan dan melalui pengadilan.

Penyelesaian diluar pengadilan biasanya ditempuh dengan musyawarah mengenai ganti kerugian dan pemulihan kualitas lingkungan.

Penegakan hukum melalui pengadilan merupakan penyelesaian apabila tidak dicapai kesepakatan melalui penyelesaian diluar pengadilan, selain itu cendrung untuk penyelesaian  penerapan sanksi perdata  (Pasal 87 s/d 93) dan pidana (Pasal 97 s/d 120).

Yang berhak mengajukan gugatan atas kasus lingkungan hidup adalah :
a.      Pemerintah dan pemerintah daerah
b.      Masyarakat
c.      Organisasi lingkungan hidup
        
IV.         STRATEGI PENEGAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2009
Dalam rangka penegakan hukum pelaksanaan UU Nomor. 32 Tahun 2009, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
1.            Melaksanakan kegiatan sosialisasi UU Nomor. 32 Tahun 2009 terhadapseluruh pemangku kepentingan (stake holder)
2.            Meningkatkan upaya pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup
3.            Meningkatkan upaya pengawasan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan hidup
4.            Penegakan hukum

         Ad. 1.     Sosialisasi
                        Tujuan sosialisasi adalah agar seluruh pemangku kepentingan memahi tugas dan tanggung jawabnya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Seperti halnya pemerintah dan pemerintah daerah, untuk terlaksananya penerapan undang-undang nomor. 32 tahun 2009 secara baik, maka piranti pendukung pelaksanaannya harus segera diwujudkan antara lain segera menetapkan kawasan ekoregion, menyusun RPPLH, menerbitkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Daerah tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), menetapkan Tata Ruang sesuai dengan KLHS, melakukan kajian daya dukungan dan daya tampung lingkungan, menetapkan baku mutu lingkungan hidup, menetapkan Peraturan Pemerintah Daerah tentang Izin Lingkungan.
                        Hal tersebut adalah urusan wajib pemerintah dan pemerintah daerah dan tidak akan terwujud apabila tidak didukung komitmen dari unsur-unsur pemerintah daerah (Kepala Daerah dan DPRD), termasuk kebijakan penganggaran yang pro lingkungan.
                       
                        Dari sisi pelaku pembangunan, sudah sepatutnya mengetahui pemberlakuan peraturan tersebut dengan harapan tingkat pelanggaran dapat diminimalkan dan kinerja pengelolaan lingkungan dapat ditingkatkan.

                        Dari sisi masyarakat agar dapat memahami hak dan kewajibannya sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam rangka pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup (peran serta masyarakat dalam pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup diatur pada Pasal 70 UU No. 32 Tahun 2009).

Ad. 2.     Strategi pengendalian pencemaran yang efektif harus dimulai dari perencanaan untuk perlu segera disusun RPPLH dan KLHS yang dilandasi kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan.
               Pada saat suatu kegiatan akan dimulai maka kajian studi ANDAL, RKL/RPL harus terlaksana dengan baik dengan demikian standar kompetensi dan lisensi bagi SDM yang terlibat didalamnya menjadi penting. Selanjutnya rekomendasi ANDAL, RKL/RPL menjadi acuan dalam penerbitan izin lingkungan.
Ad.3.      Strategi pengawasan
               Pengawasan yang baik butuh instrumen dan SDM yang berdedikasi dan profesional dibidangnya. Salah satu indikator pengawasan yang baik adalah tersedianya pejabat pengawas lingkungan hidup/daerah yang handal. Selain itu dukungan sarana laboratorium yang terakreditasi  serta SDM yang berkualitas juga menjadi  persyaratan untuk menghasilkan kualitas pengawasan yang baik pula. Insturmen pengawasan lainnya adalah standar baku mutu lingkungan yang merupakan tolok ukur bagi ketaatan  penanggung jawab usaha dan atau kegiatan. Kegiatan pengawasan juga tidak dapat terlaksana dengan baik bila tidak didukunga dengan anggaran, sarana dan prasarana yang memadai. Hasil pengawasan dapat dikenakan sanksi administrasi, perdata dan pidana sesuai hasil penyelidikan dan penyidikan.

Ad. 4.     Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya paksa pemerintah terhadap pelaku pencemaran dan kerusakan lingkungan. Sesuai undang-undang No. 32 Tahun 2009 PPNS Lingkungan dapat melakukan peyelidikan dan penyidikan bahkan dapat  melakukan penangkapan. Sanksi hukum yang dapat diterapkan adalah sanksi administrasi, ganti kerugian dan pemulihan kualitas lingkungan, sanksi perdata dan pidana.          
                                   
V.           KESIMPULAN
Stategi Pemerintah Daerah Dalam Penegakan UU Nomor. 32 Tahun 2009 harus dimulai dengan :
1.            Sosialisasi UU nomor. 32 Tahun 2009 terhadap seluruh pemangku kepentingan.
2.            Menyiapkan piranti pendukung berupa peraturan daerah yang mendukung terlaksananya penerapan UU nomor. 32 Tahun 2009.
3.            Meningkatkan komitmen kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan termasuk kebijakan penganggaran dan penyediaan sarana dan prasarana
4.            Meningkatkan upaya-upaya pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan dengan mengacu pada standar baku mutu lingkungan yang dilandasi pertimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan
5.            Meningkat pengawasan termasuk jumlah personil PPLH/D dan PPNS Lingkungan dan penerapan sanksi secara tegas terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.
6.            Penegakan hukum bagi pelanggar ketentuan peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup tanpa pandang bulu (tidak diskriminatif).


::::::::::::::::::::::::::::::::::::::OOOOOOOOO:::::::::::::::::::::::::::::::::::::