Sabtu, 14 Mei 2011

5 hal yang tidak boleh dikatakan di tempat kerja Admin :http://tdwmastery.com/bm/?id=29805

5 Hal Yang Tidak Boleh Dikatakan di Tempat Kerja




 Ada kata-kata yang sebaiknya tidak Anda katakan selama ditempat kerja dikarenakan kata-kata tersebut bisa menjadi bom kepada diri ada sendiri.


 Berikut adalah 5 hal yang tidak boleh dikatakan di tempat kerja:

1. Itu bukan pekerjaan saya


 Atasan Anda mencari pegawai yang fleksibel, mudah beradaptasi dan mau belajar hal baru yang berhubungan dengan pekerjaannya. Jadi siaplah membantu kapan saja. Upahnya pasti akan Anda terima.
2. Saya sedang sibuk


 Anda harus selalu siap melayani permintaan atasan. Bila beban kerjaan berlebih, artinya atasan juga merasakan hal yang sama. Jadi belajarlah untuk membuat prioritas.
3. Saya tidak tahu caranya


 Tidak tahu, bisa berarti tidak mau melakukannya. Sebaiknya tanya pada teman kerja bagaimana menjalankan alat atau melakukan tugas tertentu. Agar saat atasan minta bantuan, Anda sudah siap.
4.  Saya Sedang Tidak Konsentrasi


 Atasan menganggap Anda Cuma makan gaji buta. Untuk menyelamatkan muka, katakana Anda siap memperbaiki laporan atau memberi solusi yang lebih jitu.
5. Saya punya problem keluarga


 Bila sangat serius, minta waktu pada atasan untuk menjelaskannya. Tapi selama masih bisa diatasi sendiri, jangan harap kantor bersedia memberi izin Anda untuk menyelesaikan masalah tadi.
Demikian 5 hal yang tidak boleh dikatakan di tempat kerja. Jika Anda megucapkan kata-kata tersebut itu bisa membuat karir Anda terancam bahkan Anda bisa dicap jelek oleh atasan anda.


 Semoga artikel ini bermanfaat.

Orang lain mencari artikel ini dengan keyword :

tempat pekerjaan (3), beban kerjaan (1), DIKATAKAN (1), internet ditempat kerja (1), kata kata sedang tidak ditempat (1), kerja (1)
Artikel 5 Hal Yang Tidak Boleh Dikatakan di Tempat Kerja ini dipersembahkan oleh TDWClub.com.

Selasa, 28 Desember 2010

RADAR PALEMBANG
INSPIRASI BISNIS MASYARAKAT SUMSEL
 

 

 
 
PKPRI SUMATERA SELATAN
DAPAT PENGHARGAAN KOPERASI TERBAIK
DARI BANK KESEJAHTERAAN JAKARTA


PALEMBANG, RP – Bank Kesejahteraan Ekonomi memberikan penghargaan koperasi berkinerja terbaik dalam membangun gerakan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Tahun 2010 kepada Pusat Koperasi Pegawai Repuiblik Indonesia (PKP-RI) Sumatera Selatan.

            Hal ini disampaikan pengurus PKP-RI Sumsel , Rudi Arpian. Menurutnya, sejak periode pengurusan 2007 yang diketuai H.Marwan Idris,SE,MM, PKP-RI Provinsi Sumatera Selatan mengalami peningkatan bahkan Koperasi Primer yang terjaring sebanyak 68 anggota KPRI.

            “Sejak dilantiknya pengurus periode 2007-2012, awalnya koperasi sekunder ini untuk mempertahankan  20 anggota koperasi Primer yang sudah bergabung sangat sulit, Nah melalui semangat dan kebersamaan lambat laun KPRI Sumatera selatan mulai dikenal dan dipercayai anggota, ini juga berkat kerjasama dan kepercayaan Bank Kesejahteraan Ekonomi yang mengucurkan dana pinjaman milyaran kepada KPRI yang telah menjadi anggota PKP-RI Sumatera Selatan”, kata dia di ruang kerjanya kemarin (27/12).

            Sekarang ini, PKP-RI tahun 2010 ini sudah mempunyai 68 anggota primer yang menyebar di Sumatera Selatan, “Menunggu empat hari yang tersisa, ada dua koperasi dari luar kota Palembang yang turut bergabung ke PKP-RI,” kata Rudi.

            Untuk bergabung di koperasi  ini anggota baru diharuskan menyimpan Simpanan Pokok Rp. 1 juta sedangkan Simpanan Wajib tergantung jumlah anggota koperasi dikalikan Rp. 500,- per anggota.  Saat ini Total anggota  pada tahun 2009 berjumlah 32.917 orang dan pada tahun 2010 ini sebanyak 33.895 orang.

            “Koperasi Sadar di Sekayu sekitar 600 anggota, Harapan Jaya lebih dari 1.000 anggota, Koperasi  Mufakat Banyuasin 700 anggota, Koperasi Kospintan Banyuasin sekitar 1.500 anggota. Belum lagi di daerah yang lain.” Katanya.

            Berbagai Koperasi  yang menjadi anggota PKP-RI Sumatera Selatan antara lain Koperasi Dharma Karya,  Koperasi Sejahtera RS Ernaldi Bahar, Koperasi Tut Wuri Handayani, KPRI Karya Lestari Dinas Perkebunan Sumatera Selatan,  Koperasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lahat. ”Bila sudah menjadi anggota PKP-RI, maka PKP-RI Sumatera Serlatan akan memberikan Rekomendasi untuk mendapatkan pinjaman modal di Bank Kesejahteraan Ekonomi Jakarta milyaran rupiah sesuai kebutuhan masing-masing koperasi.  Tahun 2010 ini sudah terserap sebesar Rp. 73 Milyard kepada anggota Koperasi Primer di Sumatera Selatan.,” tukasnya. (ici /**)

Kamis, 15 Juli 2010

Kesiapan pemerintah.......Disampaikan pada Kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet di Sumatera Selatan, Hotel Swarna Dwipa Tanggal 15 Juli 2010


KESIAPAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENJALANKAN
PERMENDAG NOMOR 53 TAHUN 2009




Disajikan pada kegiatan Fasilitasi Peningkatan Mutu Karet
Mahameru Hotel Swarna Dwipa
Palembang, 15 Juli 2010
















DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
PROVINSI SUMATERA SELATAN
Tahun 2010



KESIAPAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
MENJALANKAN PERMENDAG NO 53 TAHUN 2009
OLEH
KEPALA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
PROVINSI SUMATERA SELATAN


1.                   Pendahuluan
1.1.             Latar Belakang
Provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang berdiri tahun 1959. Tepatnya Provinsi Sumatera Selatan dibentuk berdasarkan Undang­Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan Kota Praja di Sumatera Selatan. Sebagai daerah yang kaya akan sumberdaya alam, Sumatera Selatan memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional. Dengan potensi sumberdaya alamnya yang besar, kekuatan sumber daya manusia yang semakin besar dan multidisiplin, kedudukan geografis dan kondisi geopolitan yang sangat terkendali, maka wilayah provinsi ini sangat layak untuk menjadi salah satu daerah tumpuan strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Provinsi Sumatera Selatan mempunyai luas wilayah seluruhnya ± 87.017, 42 km2 atau 8.701.742 Ha, termasuk kawasan hutan, sungai, danau, daerah rawa dan tepian pantai. Ibukota provinsi Sumatera Selatan berada di Kota Palembang, yang mempunyai luas wilayah 421,01 km2 dan merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, kebudayaan, bisnis dan industri. Jumlah penduduk berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan lebih dari 7 juta orang tersebar pada 14 Kabupaten / Kota dan memiliki 155 Kecamatan dengan 2.737 Desa / Kelurahan.
Era otonomi daerah Sumatera Selatan ditandai dengan berlakunya peraturan daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 11 tahun 2000 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas atau instansi se-Sumatera Selatan. Dalam penetapan tersebut Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengemban tugas pokok sebagai pelaksana kewenangan desentralisasi dan dekosentrasi di bidang perindustrian dan perdagangan.
Sebagaimana telah diamanatkan bahwa pada era otonomi maka suatu daerah akan diberikan keleluasaan untuk melaksanakan pembangunan berdasarkan potensi dan kemampuan serta memprioritaskan aspirasi masyarakat daerah.  Didalam mengemban amanat tersebut maka Dinas  Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan kebijakan pembangunan dengan prioritas kepada upaya pengembangan usaha industri  dan perdagangan yang bertumpu kepada hasil sumber daya alam andalan dan unggulan daerah. Untuk mewujudkan upaya tersebut pembangunan industri dan perdagangan Provinsi Sumatera Selatan mendapat dukungan potensi sumber daya alam andalan dan unggulan berupa :
1)           Hasil pertanian pangan terdiri dari padi, palawija dan holtikultura
2)           Hasil perkebunan terdiri dari karet, kelapa sawit, kelapa, teh, tebu, kopi
3)           Hasil tambang terdiri dari migas, batu bara, tanah liat, pasir kuarsa, kapur, marmer, air tanah
4)           Hasil hutan terdiri dari kayu, rotan, HTI, jelutung dan hasil hutan lainnya
5)           Hasil perikanan terdiri dari ikan laut, ikan air payau dan ikan air tawar serta udang.
Berdasarkan potensi andalan dan unggulan yang dimiliki serta kondisi Strategi Wilayah yang mendukung, maka pada era pelaksanaan otonomi daerah Sumatera Selatan memiliki peluang untuk pengembangan industri dan perdagangan. Sebagai daerah yang memiliki luas wilayah yang besar dan dengan jumlah penduduk yang besar pula, Provinsi Sumatera Selatan merupakan tempat produksi, peredaran dan konsumsi berbagai barang. Untuk menjamin agar produksi peredaran dan konsumsi barang yang terjadi di masyarakat memenuhi syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup maka semua proses dan kegiatannya harus memenuhi standar sebagai persyaratan untuk diperdagangkan. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tatacara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

1.2.             Perkembangan Ekspor Karet
Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam, Sumatera Selatan memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional. Dengan potensi sumber daya alamnya yang besar, kekuatan sumber daya manusia yang semangkin besar dan multidisplin, kedudukan geografis dan kondisi geopolitan yang sangat terkendali, maka wilayah provinsi ini sangat layak untuk menjadi salah satu daerah tumpuan strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai daerah yang memiliki luas wilayah yang besar perkembangan ekspor Sumatera Selatan didukung oleh komoditi migas dan non migas, yang mana karateristiknya adalah hasil produksi industri primer yang mengolah hasil sumber daya alam pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan galian, sebagian lagi merupakan komoditi primer yang belum diolah. Untuk menjamin agar produksi peredaran dan konsumsi barang yang terjadi di masyarakat memenuhi syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan dan ligkungan hidup, maka semua prosedur dan kegiatannya harus memenuhi standar sebagai persyaratan, apa lagi bila standar bahan olah maupun standar untuk ekspor.
Kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Sumatera Selatan khususnya jumlah dan keragaman jenis bahan baku serta ketersediaan tenaga kerja memungkinkan untuk meningkatkan ekspor non-migas di masa yang akan datang. Untuk mewujudkan keinginan tersebut berbagai tantangan dan kendala masih harus diatasi baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Pemerintah telah bertekad menjadikan upaya peningkatan ekspor non-migas ini sebagai bagian integral dari penciptaan kerangka landasan sektor perdagangan yang tangguh guna menunjang pembangunan nasional. Kerangka landasan tersebut meliputi unsur-unsur :
a.         Penciptaan struktur ekspor non-migas yang kuat baik produk maupun pasarnya
b.         Penciptaan sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien
c.          Peningkatan  daya saing dunia usaha untuk menghadapi pasaran internasional, kerjasama yang saling menguntungkan antar unsur-unsur dunia usaha
d.         Peningkatan efektivitas sistem informasi pasar dan sistem pengelolaan kegiatan perdagangan, (e) kemantapan lembaga–lembaga perdagangan.
e.         Kemantapan sektor penunjang perdagangan
Tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan ekspor, yaitu :
a)         Perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia
b)        Iklim usaha yang memungkinkan dunia usaha untuk tumbuh dan berkembang secara wajar menurut prinsip-prinsip ekonomi rasional
c)         Perilaku, kemampuan dan kesiapan dunia usaha yang bersaing merebut pasar luar negeri.
Dari pihak produsen, faktor ketiga ini perlu ditanggapi secara serius dan berkelanjutan, antara lain dengan menciptakan kesinambungan produksi/penawaran baik dalam jumlah, mutu, harga dan ketepatan waktu. Selain itu dituntut pula kemampuan untuk menghasilkan dan menawarkan produk-produk alternatif.

1.3.             Pengawasan Mutu SIR
Banyak pakar ekonomi dan perdagangan memperkirakan persaingan di pasar internasional semangkin tajam. Keunggulan komparatif yang kita miliki seperti bahan baku dan tenaga kerja murah tidak bisa diandalkan sepenuhnya di masa mendatang. Perkembangan teknologi yang cepat di negara-negara maju memungkinkan diciptakannya proses produksi secara efisien. Orientasi pengembangan industri yang padat modal atau padat teknologi akan menggeser keunggulan faktor tenaga kerja murah. Persaingan ekspor di masa yang akan datang tidak hanya dengan negara-negara berkembang dan negara industri baru, tapi juga dengan negara-negara maju.
Perkembangan teknologi tidak hanya meningkatkan kemampuan negara-negara maju dan industri baru untuk berproduksi secara efisien, tetapi juga kemampuan meningkatkan  mutu komoditi. Keadaan tersebut menjadi lebih kompetitif dengan adanya perkembangan selera konsumen, penguasaan pangsa pasar internasional yang semakin kompetitif ini memerlukan pemahaman tidak hanya terhadap dinamika pasar dengan segala aspeknya, tetapi juga sistem yang semakin berkembang, misalnya dalam pengendalian dan pengawasan mutu.
Menghadapi persaingan pasar internasional banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain adalah kecepatan penguasaan informasi pasar, kesinambungan jumlah dan mutu serta, harga yang bersaing. Penawaran yang tidak berkesinambungan sulit mempertahankan pangsa maksimal yang diperoleh, sehingga mengurangi kepercayaan konsumen terhadap komoditi yang ditawarkan.
Berkenaan dengan upaya untuk menjaga dan meningkatkan mutu barang, sejak akhir tahun 1960-an, pemerintah telah melakukan langkah-langkah ke arah penyeragaman mutu, melalui standardisasi/pembakuan mutu, yang secara selektif kemudian dilakukan standardisasi khusus komoditi ekspor. Saat itu ada tiga standar mutu yang bisa digunakan sebagai pegangan yaitu. Standar Industri Indonesia (SII) diterbitkan oleh Departemen Perindustrian, Standar Pertanian Indonesia (SPI) diterbitkan oleh Departemen Pertanian dan Standar Perdagangan (SP) yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan. Masing-masing standar mutu ini mempunyai fingkup dan orientasi yang berbeda. Sejak beberapa tahun yang lalu telah dikembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN) yang mengakomodasi standar- standar yang telah ada, yang secara efektif telah diterapkan pada tahun 1994.
Pemahaman terhadap standar mutu adalah salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan dan pengembangan mutu komoditi. Yang pertu diperhatikan bahwa standar mutu bukanlah sesuatu yang statis, namun bersifat dinamis dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi baik di bidang perbaikan proses maupun temuan-temuan baru di bidang lainnya seperti bahan baku baru, desain, dan lain-lain. Teknologi dan temuan-temuan baru akan menawarkan alternatif-alternatif baik dalam keragaman bentuk maupun sifat-sifat yang terkandung di dalam produk. Standar mutu diwujudkan dalam bentuk kriteria-kriteria atau parameter-parameter mutu yang sering pula diterjemahkan berupa angka-angka pembatas baik maksimum, minimum ataupun kisaran.
Aspek lain dari standar mutu adalah peranannya dalam melindungi konsumen. Dalam hal ini, negara-negara maju yang merupakan pasar paling potensial menerapkan prinsip dan praktek perlindungan yang jauh lebih ketat dibandingkan negara-negara berkembang. Oleh karena itu pengetahuan atau pemahaman terhadap sistem yang berkaitan dengan mutu di negara-negara tujuan ekspor sangat mungkin berbeda satu sama lain.
Perkembangan dibidang kelembagaan yang memberikan perhatian terhadap perlindungan konsumen mengarah pada pengetahuan persyaratan mutu, bahan olah karet yang diperdagangkan untuk memenuhi selera konsumen dan tujuan akhir penggunaan dari bahan olah SIR telah dilaksanakan melalui bimbingan teknis dan pengawasan mutu bahan olah SIR secara berkesinambungan.
2.                   Pemberlakuan Permendag 53 Tahun 2009
                Sehubungan dengan telah diberlakukannya secara efektif Peraturan Menteri Perdagangan R.I no. 53/M–DAG/PER/10/2009 tentang pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standar Indonesian Rubber pada tanggal 7 April 2010 dan ditindaklanjuti oleh Peraturan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor : 08/DAGLU/PER/11/2009 tanggal 03 November 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permendag Nomor : 53/M-DAG/PER/10/2009 yang mulai berlaku sejak tanggal 07 April 2010, maka setiap Pelaku Usaha dan Pedagang Informal Bokor-SIR wajib mempunyai STPP Bokor SIR dan cara pengajuan pendaftaran untuk memperoleh STTP Bokor-SIR untuk itu perlu dilakukan Sosialisasi bagi aparat Pembina di lingkungan Disperindag Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sumatera Selatan.

2.1.             Permasalahan
                Rendahnya mutu Bokar berdampak negatif terhadap mutu karet alam dan produk karet lain (antara lain: SIR). Mutu yang rendah berkorelasi dengan rendahnya harga. Jika dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, harga karet alam dari Indonesia cenderung lebih rendah. Rendahnya mutu Bokar tersebut antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.)           Kontaminasi Bokar dengan berbagai kontaminan seperti tanah, pupuk, pasir, air tanah, rumput, vulkanisat karet, karet skim, tali rapia, karung goni/palstik, rotan, pelepah sawit dan pengotor lainnya. Kontaminasi dimaksud dilakukan oleh petani atau pedagang pengumpul baik sengaja maupun tidak sengaja dengan tujuan menambah berat Bokar
2.)           Penggunaan bahan penggumpal yang direkomendasikan seperti asam semut dan deorub belum sepenuhnya dilaksanakan oleh petani
3.)           Tersedianya pasar dimana pedagang dan prosesor (industri crumb rubber) membeli semua mutu Bokar dengan semua variasi mutunya
4.)           Selisih harga antara Bokar bersih dan Bokar kotor dikalangan pedagang pengumpul tidak signifikan menyebabkan petani menjadi tidak tertarik untuk menghasilkan Bokar bersih
5.)           Kapasitas terpasang pabrik yang melebihi pasokan bahan baku produksi sehingga mendorong pabrik bersaing dengan tidak sehat untuk mendapatkan bahan baku dan membeli Bokar kotor dari petani atau pedagang pengumpul
6.)           Masih rendahnya tingkat kesadaran dari semua pihak (petani, pedagang dan industri) bahwa Bokar kotor menciptakan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan
7.)           Belum tersosialisasinya dengan baik Permendag No. 53/M-DAG/PER/10/2009 bagi Dinas Perindag Kabupaten Kota tentang kewajiban membantu Pelaku Usaha dan Pelaku Informal dalam penerbitan STPP dan pengawasannya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas dan meningkatkan mutu karet nasional diperlukan kebijakan terintegrasi dari pemerintah untuk mengawasi peredaran/perdagangan Bokar yang mutunya dibawah standar dan melarang Bokar yang mengandung kontaminan vulkanisat karet.

2.2.             Kebijakan Pemerintah Terkait Mutu Bokor SIR
Dalam rangka meningkatkan mutu Bokar serta membangun citra yang baik bagi konsumen karet alam, pemerintah mengupayakan penyempurnaan Kep. Menperindag No. 616 Tahun 1999 sekaligus merubah istilah Bokar menjadi Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber (Bokor SIR) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber yang diperdagangkan, pada tanggal 7 Oktober 2009. Dalam kebijakan baru tersebut diatas, istilah Bokor SIR mencakup jenis karet yang berasal dari lateks kebun dari pohon karet (Hevea brasiliensis M) berupa slab, lump, slab lump, ojol, sit angin (unsmoked sheet), sit asalan (smoked sheet), cutting, crepe, blocked sheet atau blanket.
Selain itu, dalam kebijakan tersebut diusulkan persyaratan teknis Bokor SIR yang diharpkan akan berdampak signifikan terhadap peningkatan mutu serta konsistensi mutu Bokor SIR yang diperdagangkan. Dengan peningkatan mutu Bokor SIR diharapkan dapat menghasilkan peningkatan efisiensi proses produksi di industri crumb rubber dan menghasilkan limbah buangan relatif lebih sedikit sehingga kelestarian fungsi lingkungan dapat terjaga. Untuk mendukung penerapan persyaratan teknis Bokor SIR tersebut diusulkan pula tata cara pengawasan mutu yang dilakukan melalui pengawasan secara terus-menerus, pengawasan secara berkala dan pengawasan sewaktu-waktu.
Pengawasan mutu Bokor SIR secara terus-menerus dilakukan melalui pemeriksaan mutu oleh petugas penguji setiap akan tedadi transaksi di lokasi pembelian di industri crumb rubber. Pengawasan mutu Bokor SIR secara berkala dilakukan oleh personil verifikasi melalui pemeriksaan mutu sesudah pembelian Bokor SIR di industri crumb rubber, Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB), pelaku usaha, dan pedagang informal. Pengawasan mutu Bokor SIR sewaktu-waktu dilakukan oleh personil verifikasi sebagai tindak lanjut dari pengawasan berkala jika terdapat pelanggaran atau adanya pengaduan dugaan terjadi pelanggaran di industri crumb rubber, UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal.
Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan mutu, disusun pula peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negri tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Pelaku Usaha dan Pedagang Informal Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber, Petunjuk Teknis Pemeriksaan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekpor Standard Indonesian Rubber dan Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standar Indonesian Rubber. Selain itu, disiapkan pula buku standar acuan mutu Bokor SIR berisi foto-foto standar Bokor SIR dari daerah-daerah sentra produksi yang akan digunakan oleh petugas penguji dalam melakukan pemeriksaan mutu Bokor SIR di lokasi pembelian di industri crumb rubber, berikut kebijakan-kebijakan secara hierarki terkait dengan pengawasan mutu Bokor SIR yang akan segera diundangkan termasuk pedoman-pedoman yang terkait termasuk pedoman­pedoman yang terkait.

2.3.             Pembinaan dan Sanksi
Untuk peningkatan dan kosistensi mutu Bokor SIR disentra-sentra produksi, pemerintah dalam hal ini Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan berkoordinasi dengan Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/kota yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Perdangan melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha dan pedagang informal berupa bantuan teknis, pelatihan, konsultasi atau sosialisasi kebijakan di bidang mutu Bokor SIR.
Agar ketentuan-ketentuan dalam kebijakan tersebut dapat berjalan efektif perlu diterapkan pemberian sanksi terhadap UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal yang melakukan pelanggaran terhadap persyaratan teknis yang telah ditetapkan. Pemberian sanksi tersebut berupa pencabutan registrasi dan larangan memperdagangkan Bokor SIR. Pencabutan registrasi yang diterapkan diantaranya pencabutan :
a)      Surat Tanda Registrasi UPPB (STR-UPPB) untuk UPPB
b)      Surat Tanda Pendaftaran Pedagang Bokor SIR (STTP-Bokor SIR) dan/atau Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk pelaku usaha
c)       Surat Tanda Pendaftaran Pedagang-Bokor SIR (STPP-Bokor SIR) untuk pedagang informal
Penerapan sanksi juga diberlakukan bagi industri crumb rubber, petugas penguji dan personil verifikasi. Industri crumb rubber yang melanggar ketentuan pembelian dan penyimpanan Bokor SIR dari UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal yang tidak memenuhi persyaratan teknis dikenakan sanksi pencabutan SPPT-SNI oleh LSPro penerbit. Bagi petugas penguji yang melanggar ketentuan tata cara pemeriksaan mutu Bokor SIR akan dikenakan sanksi pencabutan penunjukan sebagai petugas penguji dan jika pelanggaran tersebut melibatkan industri maka penanggung jawab industri dikenakan sanksi pencabutan SPPT-SNI oleh LSPro penerbit berdasarkan rekomendasi Direktur PPMB. Sedangkan bagi personil verifikasi akan dikenakan sanksi pencabutan penunjukan sebagai personil verifikasi jika membuat laporan verifikasi tidak sesuai dengan ketentuan.

3.                   Langkah-Langkah yang Dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan
Dalam rangka menunjang pelaksanaan Permendag No. 53/M–DAG/PER/10/2009, Disperindag Prov. Sumsel berusaha untuk mendorong peningkatan daya saing, terciptanya persaingan usaha yang sehat, terjaminnya perlindungan konsumen dan masyarakat dalam aspek kesehatan, keamanan, dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan. Untuk kelengkapan Administrasi, pelaku usaha senantiasa melakukan kordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/kota dalam upaya persamaan presepsi dalam penerbitan STPP Bokor SIR serta mempercepat proses penerbitannya.
Upaya untuk mendukung penerapan Permendag No.53 tahun 2009 ini perlu adanya Peningkatan kopetensi SDM. Dalam rangka peningkatan SDM untuk penunjang Permendag No. 53/M­DAG/PER/10/2009, maka akan dilakukan pelatihan petugas penguji Bokor SIR bagi petugas di industri crumb rubber dan petugas Dinas Perindag Kabupaten/Kota. Untuk peningkatan pengetahuan petani, akan dilakukan Bintek Pengolahan Bokor, disentra produksi.
Mengingat petugas penguji/petugas sortir di industri crumb rubber telah terregistrasi oleh Direktorat PPMB maka pelaksanaan Permendag RI: 53/M­DAG/PER/10/2009 diharapkan dapat berjalan dengan baik



Sambutan Gubernur Sumsel.......Disampaikan pada Kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet di Sumatera Selatan, Hotel Swarna Dwipa Tanggal 15 Juli 2010

 
GUBERNUR
SUMATERA SELATAN

SAMBUTAN
PADA ACARA
PERTEMUAN PENINGKATAN MUTU KARET
Tanggal  15 JULI 2010 
Di HOTEL SWARNA DWIPA PALEMBANG


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Yth.
Sdr. Bupati / Walikota Sentra Karet di Propinsi Sumatera Selatan ;
Yth.
Sdr. Kepala Dinas Perkebunan Propinsi, Kabupaten / Kota di Sumatera Selatan ;
Yth.
Sdr. Kepala Dinas Perindag Propinsi, Kabupaten / Kota di Sumatera Selatan ;
Yth.
Sdr. Kepala Bapedalda Prov. Sumatera Selatan
Yth.
Sdr. Ketua Gapkindo, Apkarindo Provinsi Sumatera Selatan ;


Yth.
Sdr. Pimpinan Pabrik Crumb Rubber di Sumatera Selatan ;
Yth.
Para Pembicara/narasumber dari Gapkindo, dan Balai Penelitian Sembawa serta Direktur PT. Global Deorub Industry;
Yth.
Para Undangan dan peserta kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet Rakyat yang kami hormati;

  Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena pada hari ini kita dapat berkumpul bersama di ruangan ini dalam keadaan sehat wal’afiat dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet Rakyat untuk mencapai sasaran ”Sumatera Selatan Gemilang 2013”.  Kegiatan ini saya nilai sangat penting guna membekali pembina daerah dalam rangka meningkatkan penanganan pasca panen karet agar menghasilkan produk yang bermutu, berdaya saing dan  bernilai ekonomis  serta bernilai tambah tinggi.


Hadirin yang saya hormati, 
       Perkebunan merupakan salah satu sub sektor penting dalam perekonomian Sumatera Selatan. Peranan penting perkebunan terlihat dari kontribusi dalam PDRB, melalui devisa dari ekspor, sumber lapangan kerja, pendapatan petani dan menggerakan sektor jasa dan upah, hal ini ditunjukan dari beberapa indikator antara lain sebagai berikut:
a.        Devisa atau nilai ekspor komoditi perkebunan sampai bulan Oktober tahun 2009 sebesar US$ 1.795,215 Milyar. Devisa tersebut bersumber dari komoditi karet US$ 884,082 Juta, Kelapa Sawit dengan seluruh derivatnya US$ 55,542 juta (15,4%), Kopi US$ 14,904 juta dan Teh US$ 840,687  Juta
b.        Telah memberikan lapangan kerja langsung pada 1.121.502 KK, Jika di asumsikan 1 KK menghidupi 4 jiwa, maka sub sektor perkebunan merupakan sumber pendapatan dan penghidupan sekitar 4,5 juta jiwa atau sekitar 62,5% dari total penduduk Sumatera Selatan 7,121 juta jiwa.  Komoditi unggulan di Sumatera Selatan adalah karet, kelapa sawit, kopi dan kelapa.
 Dalam periode tiga tahun terakhir, pembangunan perkebunan di Provinsi Sumatera Selatan luas areal perkebunan rakyat terus meningkat dengan rincian luas areal pada tahun 2007 seluas 2.037.565 ha, tahun 2008 sebesar 2.093.549 ha, dan seluas 2.151.288 ha pada tahun 2009, mayoritas komoditi yang diusahakan adalah tanaman karet, kelapa sawit, Kopi dan kelapa.  Untuk perkebunan besar (PBSN dan PBN) dikembangkan melalui pola kemitraan terdiri dari komoditi kelapa sawit, karet dan tebu.
Produksi perkebunan tahun 2009 sebesar 2.951.222 ton terdiri dari karet 861.333 ton (karet kering 100%), kelapa sawit 1.799.357 ton CPO, kopi 141.955 ton (biji kering), kelapa 67.152 ton (setara kopra), serta aneka komoditi perkebunan lainnya seperti gula, teh, kayu manis/cascavera, kemiri, nilam, gambir, pinang dan lain-lain 81.425 ton.
Untuk mengolah komoditi perkebunan, di Sumatera Selatan terdapat 26 unit pabrik pengolahan karet remah (crumb rubber) dengan total kapasitas sebesar 1.217.000 ton crumb rubber per tahun, pabrik pengolahan minyak kelapa sawit  (crude palm oil/CPO) 45 unit dengan kapasitas 2.275 ton TBS per jam, dan Pabrik Gula dengan kapasitas 4.600 ton tebu per hari (Ton Cane Day/TCD).

Hadirin yang saya hormati,
Seperti telah dimaklumi bahwa Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu Provinsi yang mendapat penghargaan dari Menteri Pertanian yang berkomitmen terhadap karet bersih pada pencanangan Gerakan Nasional Bokar Bersih tanggal 23 Maret 2010 di Kalimantan Selatan, sebagai tanggungjawab moral terhadap komitmen tersebut ada beberapa masalah yang masih harus dilakukan pemerintah  dan pihak-pihak terkait antara lain :
1.     Perlu adanya sikap, langkah dan komitmen bersama dari para stakeholder perkaretan rakyat di Sumatera Selatan terhadap amanat Permentan No.38 tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (BOKAR) dan Permendag No.53 tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Karet agar landasan ini dapat dilaksanakan secara efekti. Sebagai langkah awal maka akan dilakukan penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama  antara Bupati / Walikota se Sumatera Selatan dengan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) dan Asosiasi Petani Karet Indonesia (APKARINDO) Sumatera Selatan.
2.     Mendorong pertumbuhan produksi dan produktivitas karet di 15 Kabupaten/kota dengan target pada tahun 2013 Provinsi Sumatera Selatan sebagai Provinsi penghasil karet 1 juta ton Crumb Rubber.
3.     Melibatkan peran serta pengusaha pabrik Crumb Rubber dan pihak-pihak terkait lainnya dalam upaya mendorong pertumbuhan produksi karet Sumatera Selatan dan keberhasilan Gerakan Nasional Bokar Bersih (GNBB)  baik melalui bantuan langsung bibit unggul karet maupun sarana produksi seperti pisau sadap atau bahan pembeku ramah lingkungan

Hadirin yang saya hormati,
           Disamping permasalahan di atas, tercapainya sasaran kesejahteraan pelaku usaha perkebunan  karet tidak terlepas dari upaya untuk membangun kelembagaan petani yang kuat serta terjalinnya kemitraan yang ber-kesinambungan antara kelembagaan petani dengan industri pengolahan dan eksportir serta meningkatnya nilai tambah komoditi dengan dilakukannya aktivitas pengolahan sebagaimana diamanatkan oleh Permentan nomor 38 tahun 2008 dan Permendag Nomor 53 tahun 2009.
          Kedepan kemitraan seperti inilah yang diharapkan, dimana Gapkindo melalui anggotanya  ikut berperan  membina kelompok / masyarakat yang  belum mengadakan lelang untuk direkrut sebagai mitra binaan sesuai amanat Permentan 38 tahun 2008, mudah-mudahan hal ini dapat mempercepat gerakan karet bersih di Sumatera Selatan.


 Hadirin yang saya hormati,
          Berpijak dari pemikiran tersebut di atas, kiranya melalui Pertemuan peningkatan mutu karet ini dapat diformulasikan strategi, model dan konsep kemitraan usaha karet serta adanya opsi kebijakan pembangunan perkebunan komoditi karet dengan prinsip yang berkeadilan.
Salah satu jalan memperbaiki mutu karet dimulai dengan mengintegrasikan seluruh kegiatan mulai dari on farm  sampai off farm adalah pengembangan Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) dimana pengembangan UPPB ini dimulai dari UPH (Unit Pengolahan Hasil) / TPK (Tempat Pengumpul Karet) yang sudah ada.  UPPB ini diharapkan akan menjadi ujung tombak di level petani untuk dapat memperbaiki mutu bokar sehingga dapat memberikan nilai tambah dan peningkatan pendapatan petani karet ke depannya.
UPPB ini merupakan salah satu bentuk kegiatan dari penerapan Permentan No. 38 Tahun 2008 sehingga dengan adanya dukungan dari setiap aspek diharapkan perbaikan mutu karet dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat memberikan nilai tambah dan insentif yang proporsional bagi para pelaku karet khususnya petani.  
          Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan sebagai gambaran kondisi perkeretan di Provinsi Sumatera Selatan, dan kepada Gapkindo Sumatera Selatan, Balai Penelitian Sembawa dan PT. Global Deorub Industri  berserta jajarannya, saya ucapkan terima kasih atas kerjasamanya sehingga acara ini terselenggara dengan baik. semoga kegiatan pertemuan peningkatan mutu karet ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan pembangunan perkebunan karet di Indonesia secara umum dan secara khusus dalam upaya mendorong pertumbuhan produksi dan produktivitas karet Sumatera Selatan untuk mencapai sasaran  “Sumatera Selatan Gemilang pada tahun 2013”    .
Dengan mengucap “Bismillahirrahmaanirrahiim”, dengan ini kegiatan Pertemuan Peningkatan Mutu Karet Rakyat secara resmi saya nyatakan di buka.

Sekian, terima kasih.  Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

GUBERNUR SUMATERA SELATAN

 


ALEX NOERDIN